PENGERTIAN ATEISME
Ateisme berari penyangkalan adanya
Allah.Namun arti tentang Allah yang disangkal adanya, tidak sama dengan
pandagan semua orang, oleh karenanya arti ateisme berbeda-beda juga.Lima model
ateisme yang diuraikan Magnis Suseno adalah ateisme dalam diri Ludwig
Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche, Sigmund
Freud dan Jean Paul Sartre.
1.Ludwig Feuerbach
Ateisme
menurut Feuerbach (1804-1872) adalah memandang Tuhan dalam agama hanya sebagai proyeksi dari kehendak manusia saja.
Dia menolak pandangan Hegel yang menyatakan Tuhan mengungkapkan diri dalam
kesadaran manusia.Baginya, yang nyata bukan lah Tuhan, yang nyata adalah manusia.Tuhan hanyalah proyeksi manusia yang mendamba sifat-sifat yang tidak dapat
dicapainya.
Kehendak manusia untuk berkuasa, serba tahu, ada di mana-mana, dan tidak
terikat waktu itu kemudian dilemparkannya pada "hal lain" yang adalah
Tuhan.
Sebab kepastian yang nyata adalah yang dapat di tangkap inderawi, yaitu
realitas manusia.Pandangan seperti ini nanti akan masuk dalam filsafat meterialisme.Kebaikan pandangan Feuerbach ini adalah menyatakan hakekat manusia untuk
kreatif, berbelas kasih, baik, saling menyelamatkan dsb.
Aneh bila manusia menyembah Tuhan yang adalah dirinya sendiri, maka manusia
seharusnya menarik agama ke dalam dirinya sendiri supaya ia menjadi kuat, baik,
adil dana maha tahu.
2.Karl Marx terkenal dengan Agama adalah candu masyarakat
Menurut Karl Marx, agama adalah candu masyarakat, karena agama, masyarakat menjadi tidak maju
dan bersikap rasional.Agama
yang dimaksud Marx adalah agama Kristen Ateisme yang diajarkan Marx adalah ateisme modern.Agama
yang mengajarkan Tuhan yang serba bisa hanya menipu dan menyesatkan masyarakat.Marx mengkritik Feuerbach yang hanya menyatakan bahwa Tuhan adalah khayalan,
namun tidak mencari sebabnya.Bagi Marx sebab yang diberikan adalah manusia lari kepada Tuhan karena
penindasan yang mereka terima dari masyarakat kelas yang dikritiknya.Menurutnya agama hanya menjadi penghalang manusia untuk menyangkal dan
memperbaiki hidupnya yang sedang ditindas, seandainya Tuhan dan agama tidak
ada, maka manusia bisa hidup bebas dan bermartabat.
Di sinilah Tuhan sekiranya dicoret karena tidak diperlukan.Manusia seharusnya menolak kapitalisme yang sedang menindas mereka.
3.Sigmund Freud, mencari Tuhan dari psikoanalis
Filsafat Ketuhanan dalam pandangan Sigmund
Freud dengan terori psikoanalisnya dimulai dengan pertanyaan, "Apakah
kepercayaan akan Allah dapat dipertanggungjawabkan?"Hal ini berawal dari analisanya tentang perkembangan manusia yang mempercayai
agama yang terkadang tidak mencari kebenaran-kebenaran di dalamnya.Manusia yang hanya menerima begitu saja agama-agama yang diajarkan kepadanya.
Ide Allah hanyalah ilusi, namun begitu dibutuhkan manusia seperti seorang
manusia yang membutuhkan seorang bapak yang melindunginya.
Namun Freud mengajukan pertanyaan selanjutnya, "Apakah agama benar-benar
baik bagi manusia?"
Jawabannya adalah ambigu.Yang ditekankan olehnya adalah seharusnya manusia bertanya akan imannya
sehingga dia tidak terjebak dalam bentuk-bentuk infantil dan neurotis.Pendk kata, Freud tidak memperdebatkan realitas Allah, namun lebih mengupas
ilusi palsu kesadaran manusia.
Karena bertanya, maka sesungguhnya penjelasan yang dikemukakan agama tidaklah
memadai, Allah tidak bisa dijelaskan dalam intelektual, sehingga perlu ditolak
juga.Terlebih lagi jika dicari manfaatnya, agama hanya sebagai penghambat
perkembangan pribadi, maka harus pula ditolak.
4.Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzsche sangat terkenal dengan Sabda
Zarathustra (1883) bahwa "Tuhan telah mati".Inilah awal mula penolakannya terhadap Tuhan.Penolakannya terhadap Tuhan sebenarnya berasal dari kebenciannya melihat orang
Kristen yang tidak menunjukkan kekristenan yang seharusnya menampilkan kasih.
Kebenaran bagi dia sangat subyektif, dipikirkan manusia yang sangat super kekuasaannya terhadap dirinya sendiri.Subyektivitas itu juga dalam
hal kebenaran agama, apa yang disebut baik bisa saja sebenarnya sangat buruk,
apa yang disebut buruk bisa saja sebenarnya sangat baik.Agama
Kristen dianggap oleh Nietzsche sebagai bentuk Platonisme baru yang memisahkan
antara dunia, kosmologi, materi dan apa yang dapat ditangkap oleh pancaindera.
Dari sini keburukan Kristen kata Nietzsche dipandang meremehkan hal-hal
duniawi, tampak seperti gnosis yang meremehkan hidup (tubuh, dunia, hawa nafsu)
sehingga merupakan hasrat akan kehampaan, kehendak akan dekadensi, sebagai
penyakit, kelesuah dan kepayahan hidup.Hal ini ditujukan kepada agama [Kristen]] yang memiliki label baik, sebenarnya
sangatlah buruk, yaitu dengan ajaran-ajarannya yang sebenarnya membelenggu
manusia untuk berkembang.Bagi dia, manusia adalah ukuran segala sesuatu, bukan Tuhan yang disebut agama
Kristen.
Manusialah tuhan atas ciptaan ini dan yang mampu mengerjakan apa yang
diinginkannya.Maka penolakan akan Tuhan adalah hal yang paling baik, sebab manusia menjadi
tidak bergantung pada Allah (Kristen) yang hanya membelenggu manusia itu,
katanya.
5.J. Paul Sartre (1905-1980)
Tuhan di mata Sartre kecil adalah sosok penghukum yang mengawasinya di
manapun dia berada, oleh karenanya dia tidak suka kehadiran Tuhan.
Tuhan juga tidak hadir ketika dia ingin menemuinya.Oleh karena itu Sartre sudah menolak Tuhan yang tidak nyata semenjak umur 12
tahun.Sartre yang tadi dididik secara Katolik berpindah kepada kesusastraan, yang
disebut sebagai agama baru baginya.
Namun secara sistematis, dan khas eksistesialis,
penolakan atas Tuhan ini dilakukannya karena pemisahan radikal dalam tulisannya
Ada dan Ketiadaan terjemahan dari Being and Nothingness.Baginya, di dunia ini tidak ada grand design yang mutlak, manusialah yang bisa
mengatur dirinya sendiri dengan eksistensinya.
Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia ada dan kemudian menentukan
"siapa dirinya".Dia menyangkal Descartes tentang Aku berpikir, maka aku ada, yang benar
adalah Aku ada lalu aku berpikir.
Dari sinilah dia meneruskannya dalam teori eksistensial fenomenologisnya, bahwa
segala sesuatu harus dipisahkan dalam dua bagian; etre en soi / ada dalam
dirinya sendiri atau etre-pour soi / ada untuk dirinya sendiri.Segala sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri berarti tidak pasif, tidak aktif, tidak afirmatif juga tidak
negatif, ada begitu saja, tanpa fundamen, tanpa dapat dirutunkan dari sesuatu
lain, tidak berkembang.Sedangkan ada untuk dirinya sendiri adalah sebuah kesadaran], dan ini
khas manusia.
Dari pemisahan inilah, dia melabel Tuhan orang Kristen yang tidak berubah itu
masuk dalam golongan ada dalam dirinya sendiri, maka dari itu dia tidak
lebih besar dari manusia yang memiliki kesadaran untuk memilih esensinya
sendiri.[Di sinilah penyangkalan Tuhan itu terjadi, dia tidak mengakui Tuhan lebih
tinggi dari manusia, maka Tuhan tidak diperlukan lagi.
Karena Tuhan tidak lagi ada, maka manusia menjadi bebas
dan bisa menentukan kondisi bangsanya.
Di sinilah nilai positif Sartre yang kemudian menghabiskan seluruh kegiatan
hidupnya untuk kebaikan manusia (gerakan sosial).
Bahkan dia pernah memenangi nobel perdamaian karena pengabdiannya terhadap kemanusiaan,
namun ditolaknya.
sumber: Wikepedia Bahasa Indonesia
No comments:
Post a Comment